surabaya readers club

Saturday, April 07, 2007

Sekelumit Kisah dari Leiden

Leiden, kota kecil, hanya dalam waktu 15 menit dengan kereta dari Den Haag Central Station, adalah kota yang banyak menyimpan kenangan masa lalu dengan Indonesia. Kota tempat kelahiran pelukis Rembrandt itu merupakan tempat dimana Universitas Leiden berada. Sebuah universitas yang sangat diidamkan oleh banyak para sarjana dan akademisi di Indonesia.

Begitu tiba di stasiun Leiden Central, segera saja mata tertuju kepada sejumlah toko-toko dibagian bawah stasiun, yang berjajar rapi dan menjual aneka makanan serta bunga dan kebutuhan turis lainnya. Keluar dari stasiun, segera pula mata tertuju kepada bus-bus yang menunggu penumpang disebelah kanan. Sangat terlihat, bagaimana model jaringan transporatsi itu dibangun oleh pemerintah Kerajaan Belanda. Bagi para pengunjung yang ingin melanjutkan perjalanan ke daerah-daerah di kawasan sekitar Leiden, barangkali bisa langsung menuju ke terminal bis yang tak jauh dari stasiun Leiden tersebut.

Dari stasiun ini pula, kita bisa berjalan kaki menuju ke Liden Medical University (LMU). Banyak para dokter di Indonesia yang melanjutkan studi spesialisasi di LMU tersebut. Dan disebelah kiri, agak jauh sedikit dari LMU, kita bisa menemukan fakultas sosial-politik Universitas Leiden. Lambang Universitas Leiden sudah bisa terlihat dari jarak yang cukup jauh, ketika kaki melangkah menuju ke fakultas tersebut. Memasuki ruang demi ruang dari fakultas itu, maka terlihat sekali bagaimana semangat akademis terbangun, tampak air mancur 'ajaib' berada dibagian tengah dari ruang utama.

Mendengar nama Leiden, banyak orang akan teringat nama-nama sarjana terkemuka tentang Indonesia. Leiden Universiteit memang menjadi kampus yang kondang karena kajian-kajiannya tentang Indonesia, bahkan kajian-kajian itu sudah sampai pada taraf paling mikro. Semisal, kajian tentang perkembangan masyarakat Makassar, masyarakat Bali dan semacamnya. Kajian itu merupakan bagian dari pengetahuan multi-disiplin yang banyak bertumpu pada sejarah. Salah-satu tokoh penting dalam kajian-kajian itu adalah Snouck Hurgronje dan van Vollenhoven. Keduanya merupakan penggagas 'Hukum Adat', yang kemudian masih dipelajari di tanah-air.

Oleh karena itu, wajar saja jika 'Hukum Adat' dikatakan sebagai warisan kolonial Belanda, yang ingin memisahkan perspektif adat nusantara dari berbagai agama yang dianut penduduk di Indonesia. Para pelanjut Mazhab Hurgronje dan van Vollenhoven itu kini terus bercokol di kampus-kampus disenatero nusantara. Padahal, jika dipikir-pikir, dalam konteks perkembangan Indonesia di masa depan, kadang aku berpikir, untuk apa Hukum Adat itu? Sebagian pengajar Hukum Adat berdalih, bahwa untuk mengetahui cara berpikir masyarakat lokal, maka harus diketahui bagaimana struktur Hukum Adat-nya. Tapi, bukankah, dalam konteks Hukum Positif di Indonesia, tidak boleh ada keaneka-ragaman wajah Hukum?

Kembali ke Leiden. Kota ini mulai berkembang dengan memanfaatkan semua atribut dan logo dari universitas. Aneka merchandise dijual disebuah toko kecil disudut bagian dari Leiden Universiteit. Konon, setelah Bologna Process ditetapkan pada tahun 2001, pemerintah Kerajaan Belanda kemudian bertekad menjadikan Universitas Leiden setara dengan Harvard University di AS.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home