surabaya readers club

Sunday, April 08, 2007

Politik Adu Domba - Eka - Eki

Bermula dari peristiwa tarung antara para pendukung Partai Persatuan Pembebasan Nasional (Papernas) dengan Kelompok Front Pembela Islam (FPI) pada dua minggu silam, lalu bergulirlah wacana 'kebangkitan komunis gaya baru'. Wacana ini sudah lama berada dalam benak para pendukung FPI dan grup-grup se-afiliasi.

Bisa diduga, pembelaan pun meluncur ke Papernas, utamanya dari mereka yang menamakan diri sebagai kelompok pro-demokrasi (Pro-Dem). Mereka yang mengklaim sebagai pro-dem ini merupakan campuran dari kelompok abangan dan kelompok Islam tradisional, yang baru belajar soal gerakan wacana. Memang, agak mengherankan juga, aparat kepolisian seharusnya tahu, bahwa akan terjadi bentrok antara Papernas dan FPI tersebut. Mustahil, jika aparat intelijen kepolisian tidak mengendus hal itu.

Apalagi, beberapa hari sebelumnya, pihak Papernas sudah melayangkan surat untuk meminta ijin berdemontrasi. Andaikata, intelijen kepolisian sedikit jeli dan tanggap mengendus apa yang sedang terjadi di bawah permukaan, maka besar kemungkinan bentrok antara Papernas dan FPI akan bisa diatasi. Inilah salah-satu kelemahan daya endus intelijen kepolisian, yang sudah lebih dari lima tahun dibebaskan dari kungkungan militer. Semestinya, mereka bisa lebih cepat mengantisipasi keadaan melalui analisa yang tajam dan tahap demi tahap pengamanan situasi. Jika dikatakan, aparat kepolisian memiliki personil terbatas, maka alasan semacam ini jelas tidak masuk akal mengingat kucuran anggaran untuk kepolisian sangat besar, baik dari APBN maupun dari bantuan luarnegeri.

Dilain pihak, muncul dugaan kuat, aparat kepolisian memang sengaja membiarkan Papernas bertemu dengan Polri. Tujuannya, untuk mengalihkan perhatian masyarakat dari demo anti-kebijakan RI yang mendukung resolusi 1747 terhadap Iran. Pada hari yang sama, para aktivis muslim, terutama dari aliran Syiah, juga menggelar demo menentang kebijakan luarnegeri Indonesia yang dinilai tidak mencerminkan politik bebas-aktif itu. Jika dugaan ini benar adanya, maka sesungguhnya, aparat kepolisian tengah memainkan situasi mirip dengan taktik Orde Baru, yang menghembuskan kecurigaan ekstrem kiri dan ekstrem kanan.

Taktik itu jelas sudah kadaluwarsa, mengingat situasi sudah berubah. Bahkan sudah terlihat adanya upaya rekonsiliasi antara putra-putri para petinggi CC PKI dan Masyumi dengan putra-putri para jenderal yang terbunuh pada peristiwa G30S. Apa yang dicontohkan para generasi baru ini setidaknya menjadi titik awal bagi aparat kepolisian untuk merumuskan langkah-langkah baru dalam mengantisipasi setiap gejolak sosial dan mengendus sedini mungkin potensi gejolak sosial. Jika tidak, maka taktik lama tidak akan membawa kesuksesan bagi Polri dalam bekerja.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home